TEMPO.CO, Solo – Salah satu kendala produksi kendaraan listrik di Indonesia adalah mahalnya harga baterai yang dibutuhkan sebagai sumber daya. UNS telah mampu memproduksi baterai, tapi bahan bakunya masih harus didatangkan dari luar negeri.
“Saat ini kami telah mampu memproduksi seribu cell baterai lithium per hari,” kata Ketua Tim Pengembangan Baterai Lithium Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Hari Purwanto, Jumat 31 Mei 2019.
Baterai produksinya sudah digunakan oleh berbagai mitra, termasuk motor Gesits yang diproduksi oleh Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS).
Hanya saja, dia mengakui bahwa baterai yang dibuatnya masih cukup mahal. “Satu cell-nya seharga Rp 30 ribu hingga Rp 40 ribu,” katanya. Padahal, satu unit motor listrik membutuhkan hingga 300 cell baterai.
Tingginya harga baterai disebabkan sebagian besar bahan bakunya masih harus impor. “Hingga kini belum ada produsen dalam negeri yang membuat bahan bakunya,” katanya. Padahal, Indonesia memiliki tambang material untuk membuat bahan baku baterai yaitu nikel.
“Mulai tahun depan kami akan memproduksi langsung bahan baku untuk baterai lithium,” katanya. Nikel yang menjadi bahan baku utama akan didatangkan dari Morowali. “Selama ini nikel lebih banyak digunakan untuk stainless,” katanya.
Dia yakin, bahan baku yang diproduksi sendiri akan membuat ongkos produksi pembuatan baterai bisa ditekan. “Harga jualnya bisa kami turunkan hingga menjadi Rp 20 ribu hingga Rp 25 ribu per cell,” katanya.
Bahan baku yang akan dibuat bisa digunakan untuk memproduksi baterai lithium berbagai tipe, yaitu Lithium Ferum Phospat (LFP), Lithium Nickel Cobalt Aluminium Oxide (NCA) dan Nickel-Manganese Cobalt (NMC). Masing-masing memiliki kelebihan yang berbeda.
Artikel ini dikutip dari : https://tekno.tempo.co/read/1211281/uns-memproduksi-cell-baterai-lithium-untuk-mobil-listrik/full&view=ok